UPACARA
ADAT UNIK DI INDONESIA
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak suku. Akibat dari banyaknya suku yang ada di Indonesia maka teciptalah suatu adat atau budaya yang berbeda-beda. Salah satunya adalah upacara adat. Dimana upacara adat suatu suku berbeda dengan upacara adat suku lain. Beberapa contoh upacara adat adalah sebagai berikut :
1.
RITUAL TIWAH – KALIMANTAN TENGAH
Ritual Tiwah yaitu
prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke
alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur
menuju sebuah tempat yang bernama sandung.
Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karen unik dan khas banyak para wisatawan mancanegara tertarik pada upacara ini yang hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng
Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karen unik dan khas banyak para wisatawan mancanegara tertarik pada upacara ini yang hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng
2.
KEBO-KEBOAN – BANYUWANGI
Prosesi upacara adat
Kebo-keboan yang dilaksanakan setiap tahun oleh warga Desa Alasmalang. Awalnya
upacara adat ini dilaksanakan untuk memohon turunya hujan saat kemarau panjang,
dengan turunnya hujan ini berarti petani dapat segera bercocok tanam.
Puncaknya prosesinya adalah membajak sawah dan menanam bibit padi di persawahan. Orang-orang yang bertingkah seperti kerbau tadi dapat kesurupan dan mengejar siapa saja yang mencoba mengambil bibit padi yang ditanam. Warga masyarakat Desa Alasmalang berusaha berebut bibit padi tersebut, karena dipercaya dapat digunakan sebagai tolak-balak maupununtuk keuntungan
Puncaknya prosesinya adalah membajak sawah dan menanam bibit padi di persawahan. Orang-orang yang bertingkah seperti kerbau tadi dapat kesurupan dan mengejar siapa saja yang mencoba mengambil bibit padi yang ditanam. Warga masyarakat Desa Alasmalang berusaha berebut bibit padi tersebut, karena dipercaya dapat digunakan sebagai tolak-balak maupununtuk keuntungan
3.
RAMBU SOLO – TORAJA
Rambu Solo adalah pesta
atau upacara kedukaan /kematian. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh
masyarakat Toraja secara turun temurun. Bagi keluarga yang ditinggal wajib
membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang
telah pergi.
Setelah melewati serangkaian acara, si mendiang di usung menggunakan Tongkonan (sejenis rumah adat khas Toraja) menuju makam yang berada di tebing-tebing dalam goa. Nama makamnya adalah pekuburan Londa.
Yang unik dari upacara rambu solo adalah pembuatan boneka kayu yang dibuat sangat mirip dengan yang meninggal dan diletakkan di tebing.Uniknya lagi... konon katanya, wajah boneka itu kian hari kian mirip sama yang meninggal
Setelah melewati serangkaian acara, si mendiang di usung menggunakan Tongkonan (sejenis rumah adat khas Toraja) menuju makam yang berada di tebing-tebing dalam goa. Nama makamnya adalah pekuburan Londa.
Yang unik dari upacara rambu solo adalah pembuatan boneka kayu yang dibuat sangat mirip dengan yang meninggal dan diletakkan di tebing.Uniknya lagi... konon katanya, wajah boneka itu kian hari kian mirip sama yang meninggal
4.
DUGDERAN – SEMARANG
Dugderan adalah sebuah
upacara yang menandai bahwa bulan puasa telah datang. Dugderan dilaksanakan
tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Kata Dugder diambil dari perpaduan bunyi
dugdug dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan dengan
derr.Kegiatan ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum dugderan.
Karnaval yang diikuti oleh pasukan merah-putih, drumband, pasukan pakaian adat
“BHINNEKA TUNGGAL IKA” , meriam , warak ngendok dan berbagai potensi kesenian
yang ada di Kota Semarang. Ciri Khas acara ini adalah warak ngendok, sejenis
binatang rekaan yang bertubuh kambing berkepala naga serta kulit sisik emas.
Visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna – warni. Acara ini dimulai
dari jam 08.00 sampai dengan maghrib di hari yang sama juga diselenggarakan
festival warak dan Jipin Blantenan.
5.
TABUIK – PARIAMAN
Berasal dari kata
‘tabut’ dari bahasa Arab yang berarti mengarak. Upacara Tabuik merupakan sebuah
tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara
turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asyura yang jatuh pada tanggal 10
Muharram.
Konon, Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman sebagai peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW.
Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus, yakni puasa.
Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota. Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.
Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang menjadi komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan bersayap. Oleh umat Islam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15 m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan di arak nantinya.
Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.
Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya.
Konon, Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman sebagai peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW.
Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus, yakni puasa.
Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota. Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.
Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang menjadi komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan bersayap. Oleh umat Islam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15 m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan di arak nantinya.
Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.
Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar