Adat & Kebudayaan Masyarakat Bali
Adat
dan kebudayaan di Bali sangat erat kaitannya dengan agama dan kehidupan
religius masyarakatnya. Adat dan kebudayaan tersebut memiliki akar sejarah yang
sangat panjang sehingga mencerminkan konfigurasi yang ekspresif dengan
dominannya nilai religius dari agama Hindu. Kongifurasi tersebut meliputi
agama, pola kehidupan, pola pemukiman, lembaga kemasyarakatan, dan kesenian
pada masyarakat Bali.
Agama
Sebagian
besar masyarakat Bali menganut agama Hindu yang memiliki kerangka dasar
meliputi tiga hal yaitu Tatwa (filsafat), Tata Susila dan Upacara. Agama Hindu
berdasarkan pada kitab suci Wedha, yang keseluruhannya dihimpun dalam empat
Samhita, yaitu Reg Wedha Samhita, Sama Wedha Samhita, Yayur Wedha Samhita dan
Atharwa Wedha Samhita. Pada hakikatnya ajaran agama Hindu adalah Panca Cradha
yang artinya lima keyakinan, yaitu Widi Cradha adalah keyakinan terhadap Sang
Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa, Atma Cradha adalah keyakinan akan adanya
atman atau jiwa pada setiap makhluk, Karma Phala Cradha adalah keyakinan
terhadap hukum perbuatan, Punarbhawa Cradha adalah keyakinan terhadap adanya
reinkarnasi atau kelahiran kembali setelah kematian, Moksa Cradha adalah
keyakinan terhadap moksa yaitu kebahagiaan yang kekal abadi.
Untuk
melakukan sembahyang atau pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi termasuk
manifestasinya harus di tempat suci yaitu Pura. Menurut fungsinya Pura
digolongkan atas dua jenis yaitu Pura Umum sebagai tempat suci pemujaan
terhadap Sang Hyang Widhi dan Genealogis yaitu tempat suci untuk pemujaan
terhadap roh leluhur. Upacara atau persembahan kepada Sang Hyang Widhi atau
Tuhan Yang Maha Esa disebut Yadnya. Secara keseluruhan di Bali ada lima macam
upacara yang disebut Panca Yadnya yaitu Dewa Yadnya adalah persembahan kepada
Sang Hyang Widhi termasuk manifestasinya, Rsi Yadnya adalah kebaktian kepada
para Rsi dan Sulinggih, Manusia Yadnya adalah upacara daur kehidupan manusia
mulai dari dalam kandungan, kelahiran, masa anak-anak, masa dewasa, hingga
meninggal, dan Pitra Yadnya adalah persembahan kepada para leluhur, serta Butha
Yadnya yaitu korban yang ditujukan kepada kekuatan-kekuatan yang berfungsi
memelihara keseimbangan alam.
Pola Kehidupan
Pola
kehidupan masyarakat umat Hindu di Bali sangat terikat pada segi-segi
kehidupannya yaitu diwajibkan melakukan pemujaan atau sembahyang pada pura
tertentu, diwajibkan pada satu tempat tinggal bersama dalam komunitas, dalam
kepemilikan tanah pertanian diwajibkan dalam satu subak tertentu, diwajibkan
dalam status sosial berdasarkan warna, pada ikatan kekerabatan diwajibkan
menurut prinsip patrilineal, diwajibkan menjadi anggota terhadap sekeha
tertentu, dan diwajibkan dalam satu kesatuan administrasi desa dinas tertentu.
Pola Pemukiman
Struktur
pemukiman masyarakat Bali dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu pemukiman pola
kosentris seperti pada masyarakat Bali yang tinggal di pegunungan dan pemukiman
pola menyebar seperti pada masyarakat Bali yang berada di dataran rendah. Pada
pola kosentris Desa Adat menjadi titik sentral. Sedangkan pada pola menyebar,
desa terbagi-bagi ke dalam satu kesatuan wilayah yang lebih kecil yang disebut
Banjar.
Bangunan
pada pemukiman masyarakat Bali menurut fungsinya dibedakan atas tiga jenis
yaitu bangunan tempat pemujaan (pura), bangunan umum, dan bangunan tempat
tinggal yang terdiri dari berbagai bentuk bangunan sesuai dengan pola tempat
tinggal orang Bali yang bersifat majemuk. Sistem budaya yang menata pemukiman
di Bali berlandaskan pada konsepsi Tri Hita Karana yang juga diacu pada
konsepsi dualistis, yaitu konsepsi akan adanya dua kategori dalam tata arah
utara-selatan (kaja-kelod) yang berkaitan dengan hulu-hilir (luan-teben) dan
sakral-profan (suci-cemer). Segala sesuatu yang bernilai suci atau sakral
menempati letak di bagian hulu (luan) yaitu pada arah gunung atau matahari
terbit. Letak pura arah sembahyang yang bernilai suci harus terletak pada
posisi hulu (luan). Sebaliknya segala sesuatu yang dianggap tidak suci atau
profan harus menempati posisi hilir (teben) yaitu pada arah kelod atau ke laut,
seperti letak kuburan, kandang ternak, kamar kecil, dan tempat pembuangan
sampah.
Kesenian
Kesenian
pada masyarakat Bali merupakan satu kompleks unsur yang tampak digemari oleh
warga masyarakatnya, sehingga terlihat seolah-olah mendominasi seluruh
kehidupan masyarakat Bali. Atas dasar fungsinya yang demikian maka kesenian
merupakan satu fokus kebudayaan Bali. Daerah Bali sangat kaya dalam bidang
kesenian, seluruh cabang kesenian tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
masyarakatnya yang meliputi seni rupa, seni pertunjukan dan seni suara.
Seni
rupa mencakup satu cabang yang terdiri dari seni pahat, seni lukis dan seni
hias. Seni pahat pada masyarakat Bali telah mengalami suatu perkembangan yang
panjang yaitu patung-patung yang bercorak megalitik yang berasal dari jaman pra
Hindu yang dipandang sebagai penghubung manusia dengan nenek moyang dan
kekuatan alam, arca dewa-dewa yang dianggap sebagai media manusia dengan
dewa-dewa dan jenis ini merupakan pengaruh Hindu-Budha, patung-patung yang
bertemakan tokoh-tokoh dari cerita Mahabharata dan Ramayana, bentuk-bentuk
relief yang dipahatkan pada tembok pintu dan tiang rumah, serta patung-patung
yang berbentuk naturalis.
Begitu
pula halnya dengan seni lukis di Bali yang telah mengalami perjalanan sejarah
yang panjang. Dimulai dengan lukisan-lukisan yang bersifat simbolis magis
seperti rerajahan, lukisan-lukisan religius seperti lukisan parba,
langit-langit dan ider-ider, serta lukisan-lukisan yang bersifat naturalis.
Untuk
seni tari tradisional di Bali berdasarkan fungsinya digolongkan dalam tiga
jenis yaitu Tari Wali (Tari Sakral) merupakan tarian keagamaan yang dianggap
keramat, Tari Bebali merupakan tarian yang berfungsi sebagai pengiring upacara,
dan Tari Balih-Balihan merupakan tarian yang berfungsi sebagai hiburan. Jenis
tarian sacral atau yang dianggap keramat antara lain : Tari Sanghyang Dedari,
Tari Rejang Sutri, Tari Pendet, Tari Baris Gede, Tumbak, Baris Jangkang, Baris
Palung, Pusi, Seraman, Tekok Jago, Topeng Pajangan, Wayang Lemah, Wayang
Sudamala, Tari Abuang, Tari Bruntuk, Tari Dakamalon, Tari Ngayab, dan Tari
Kincang-Kincung. Alat pakaian atau gander yang digunakan oleh masyarakat akan
disucikan atau disakralkan.
Kesenian sastra di
Bali merupakan hasil warisan budaya yang luhur dan merupakan referensi serta
sumber dari bentuk-bentuk lainnya. Sejak jaman dahulu masyarakat Bali telah
mengenal tulisan atau aksara Bali. Secara keseluruhan seni sastra di Bali telah
mengalami lima jaman yaitu kesusastraan Bali Purba, kesusastraan Bali Hindu,
kesusastraan Bali Jawa, kesusastraan Bali Baru, dan kesusastraan Bali Moderen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar